Kamis, 24 November 2016

KASUS DALAM ETIKA BISNIS (TUGAS 2) INDIVIDU

NAMA     : WENY WIDIAWATI
KELAS    : 4EA33


28 Januari 2011 Kompasiana<< Tak dapat dipungkiri dari sosok pencuat ‘cicak-buaya’ inilah berbagai praktek mafia di jajaran yudikatif sedikit banyak terkuak. Sebut saja skandal Century, kasus Gayus sampai ‘benalu’ di institusi kepolisian berawal dari ungkapan kontroversial sang jendral lulusan Akademi Kepolisian 1977 ini. Namun kegigihannya dalam mengungkap berbagai kasus ternyata berbalik arah, banyak kolega di intitusi internal Polri dan pihak-pihak yang merasa privasinya terganggu dan gerah sehingga berupaya untuk menghentikan sepak terjang orang yang pernah menyandang call sign ‘truno 3′ ini. Sebenarnya kode ini diperuntukkan kepada direktur III Tipikor, sedangkan untuk Kabareskrim Polri kode resminya adalah “TRIBATA 5″. Dan lebih jauh lagi seolah ada dalang yang ingin menyingkirkannya dalam kiprah dan karirnya di kepolisian. Mengapa sosok Susno Duadji dianggap sebagai whistle blower ( dikonotasikan sebagai peniup peluit/penguak/pengungkap kasus) bukan Gayus ? Hal ini bisa dimaklumi karena beliau pernah menduduki jabatan penting dan strategis yang berkaitan dengan penanganan kasus besar diantaranya sebagai ; 1. Kabareskrim Polri, yang dijabatnya tgl.24 Oktober 20O8 sampai 24 November 2010. 2. Wakil kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) 3. Kapolda Jawa Barat Dari dua jabatan pertama yang pernah disandang ini saja kita dengan logika sederhana akan mengatakan bahwa Susno memang pemegang kunci dari berbagai skandal besar yang terjadi di negeri ini. Dia tahu betul kronologi berbagai kasus besar yang bisa jadi menyeret beberapa petinggi, pejabat dan pegawai institusi yang terindikasi korup, terutama kasus Century dan jangan lupa kasus Gayus adalah buah dari nyanyian jendral yang saat ini menjalani proses pengadilanini. Menurut masyarakat awam, proses penahanan beliau seperti didramatisir dan kental sekali ‘muatan kepentingan’ untuk kelompok/oknum tertentu yang makin mencabik-cabik buramnya hukum di negeri ini. Contoh kecilnya adalah beliau dituduh melanggar kode etik dan disiplin internal kepolisian serta dikaitkan dengan dugaan penyelewengan dana pilkada Jawa Barat. Jauh amat deviasinya dari akar persoalan yang sebenarnya dan gak nyambung sama sekali. Pantas saja politisi Gayus Lumbuun yang duduk di komisi III (hukum dan HAM) DPR-RI dalam kesempatan hearing rabu, 26 Januari 2011, melontarkan pernyataan bahwa Susno Duadji bisa dijadikan whistle blower skandal Century. Dengan begitu diharapkan para wakil rakyat yang duduk di komisi III nantinya dapat memperoleh data dan informasi baru dalam mengungkap skandal Century yang diduga ‘bernilai’ Rp.6,762 Trilyun itu. Meskipun sudah dibentuk pansus sampai panwas kasus tersebut terkesan stagnan dan terlindungi ‘tangan tangan perkasa’ sekaligus masih tabu tersentuh hukum. Beberapa nama seperti Robert tantular, Heshan Al Warraq dan Ali Rivzi sudah terseret dalam kasus korupsi ’sealiran’ skandal Century ini, tetapi anehnya dalam kasus ini sama sekali belum menyentuh pejabat dari lembaga dan instansi yang jelas terlibat dan harusnya bertanggungjawab. Sungguh seperti peristiwa ironis dan tragis menimpa sosok yang berani membuka tabir kasus yang diduga melibatkan para petinggi negara itu. Masalahnya maukah pak Susno bernyanyi merdu seperti dulu lagi, karena beliau sudah banyak diingkari dan dikhianati koleganya, apalagi jaminan perlindungan yang diminta ‘diabaikan’ dan masih begitu rentan intervensi dari berbagai pihak yang merasa terusik. Salam kompasianer Mr.Susno.. Dari contoh kasus diatas kita dapat menyimpulkan bahwasanya kasus ini termasuk ke Whistle Blowing Eksternal menyangkut kasus dimana seorang Susno Duadji mengetahui kecurangan yang dilakukan Century dan Gayus lalu membocorkan kepada masyarakat karena dia tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Siapa pun dan apa pun kasusnya akan sama berjalan seperti dulu dan terulang kembali di negeri ini, bersama kita lakukan untuk memperbaiki birokkrasi negeri ini, dimulai dari diri kita sendiri untuk terus mewujudkan negara ini yang baik. Kerja itu ibadah, kerja itu anugrah, dan kerja itu tanggung jawab di diri kita sendri dan sang pencipta. Motivasi utama dari whistle blowing adalah motivasi moral demi mencegah kerugian bagi perusahaan tersebut.


Whistle Blowing
Merupakan Tindakan yang dilakukan seorang atau beberapa karyawan untuk membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak lain. Dengan kata lain, whistle blowing sama halnya  dengan membuka rahasia perusahaan. Contohnya seorang karyawan melaporkan kecurangan perusahaan yang membuang limbah pabrik ke sungai.
Ada dua macam Whistle Blowing, yaitu :
1.      Whistle Blowing Internal, ini terjadi dalam lingkup internal perusahaan, dimana yang melakukan kecurangan adalah individual di dalam pelusahaan kemudian dilaporkan ke atasan yang bersangkutan, karena tindakaannya dapat merugikan perusahaan.
2.      Whistle Blowing eksternal, Whistle blowing eksternal terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Velasque (2005) menyebutkan bahwa Whistle Blowing eksternal secara moral dibenarkan jika :
a.       Ada bukti yang jelas,dan kuat bahwa suatu organisasi melakukan aktivitas yang melanggar hukum atau berakibat serius pada pihak lain.
b.      Usaha-usaha lain telah di lakukan untuk mencegahnya melalui Whistle Blowing Internal dan gagal.
c.       Dapat dipastikan bahwa tindakan Whistle Blowing eksternal akan mampu mencegah kerugian tersebut
d.      Pelanggaran tersebut cukup serius dan lebih buruk di bandingkan akibat tindakan Whistle Blowing pada diri seseorang, keluarganya, dan pihak-pihak lain.
Kriteria  pertama, seorang whistle blower harus menyampaikan laporan kepada otoritas yang berwenang atau kepada media massa atau publik dengan harapan dugaan suatu kejahatan dapat diungkap dan terbongkar.
Kriteria kedua, whistle blower haruslah merupakan orang dalam, yaitu orang yang mengungkapkan dugaan pelanggaran dan kejahatan yang terjadi ditempatnya bekerja.
Whistle Blowing
Merupakan Tindakan yang dilakukan seorang atau beberapa karyawan untuk membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak lain. Dengan kata lain, whistle blowing sama halnya dengan membuka rahasia perusahaan. Contohnya seorang karyawan melaporkan kecurangan perusahaan yang membuang limbah pabrik ke sungai.
Ada dua macam Whistle Blowing, yaitu :
1. Whistle Blowing Internal, ini terjadi dalam lingkup internal perusahaan, dimana yang melakukan kecurangan adalah individual di dalam pelusahaan kemudian dilaporkan ke atasan yang bersangkutan, karena tindakaannya dapat merugikan perusahaan.
2. Whistle Blowing eksternal, Whistle blowing eksternal terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Velasque (2005) menyebutkan bahwa Whistle Blowing eksternal secara moral dibenarkan jika :
a. Ada bukti yang jelas,dan kuat bahwa suatu organisasi melakukan aktivitas yang melanggar hukum atau berakibat serius pada pihak lain.
b. Usaha-usaha lain telah di lakukan untuk mencegahnya melalui Whistle Blowing Internal dan gagal.
c. Dapat dipastikan bahwa tindakan Whistle Blowing eksternal akan mampu mencegah kerugian tersebut
d. Pelanggaran tersebut cukup serius dan lebih buruk di bandingkan akibat tindakan Whistle Blowing pada diri seseorang, keluarganya, dan pihak-pihak lain.
Kriteria pertama, seorang whistle blower harus menyampaikan laporan kepada otoritas yang berwenang atau kepada media massa atau publik dengan harapan dugaan suatu kejahatan dapat diungkap dan terbongkar.
Kriteria kedua, whistle blower haruslah merupakan orang dalam, yaitu orang yang mengungkapkan dugaan pelanggaran dan kejahatan yang terjadi ditempatnya bekerja.
Perlindungan dan Konteks hukum whistle blower di Indonesia
Whistle Blower di atur dalam Undang-undang No. 13 tahun 2006. Tentang perlindungan saksi dan korban
Serta kemudian diikuti dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2011 tentang perlakuan terhadap pelapor tindak pidana (whistle blower) dan saksi pelaku yang bekerja sama. Surat Edaran Mahkamah Agung diterbitkan berdasarkan pada pasal 10 UU No . 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.


Sumber:
1. http://ramadhikaw.blogspot.co.id/2014/01/contoh-kasus-whistle-blowing.html?m=1
2. http://seputarberitapendidikan.blogspot.co.id/2014/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1
3. http://irsalputra.blogspot.co.id/2014/01/contoh-kasus-whistle-blowing.html?m=1
4. http://wianalaraswati.blogspot.co.id/2014/01/contoh-kasus-whistle-blowing_8.html?m=1
5. http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/handle/123456789/3653

Rabu, 19 Oktober 2016

ETIKA BISNIS#TUGAS 1(KELOMPOK)



 TUGAS KELOMPOK SOFTSKILL
         ETIKA BISNIS
MODEL ETIKA DALAM BISNIS, SUMBER NILAI ETIKA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETIKA
DALAM  BISNIS



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi10xsoBoIe-vd-PJi9IhThPKLRV1Y651uQI9kas2lzDvhDWVVxs11WLf6hsHCRnMFo2XmvVYDkyT5AvT7GIeELT_-psO5_cZT4C_pL_cvOiMoVMPdxQz9l6wREa-noMyeYUnbNebYLJbo/s1600/LOGO-UNIVERSITAS-GUNADARMA-LAMPUNG-BANDAR-GAMBAR-FOTO-JPG-1.jpg

Oleh    :
Kelompok 2 (dua)
Anisa Putri (11213149)
Aulia Lastriarsi (11213501)
Harry Hermawan (13213946)
Hendy Soetandy (14213034)
Maharani (15213219)
Weny Widiawati (19213928)
4EA33


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2016
Model Etika Dalam Bisnis
Carroll dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga tingkatan manajemen dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya :
• Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankanbisnisnya.
• Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain.
Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis.
Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut :

§ Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
§ Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
§ Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
• Moral Manajemen

            Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya.
Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.
• Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum
1. Agama

Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang baik akan menghasilkan kehidupan moral yang baik pula. Orang-orang dalam organisasi bisnis secara luas harus menganut nilai shiddiq, tabligh, amanah dan fathanah.
2. Filsafat

Sumber utama nilai-nilai etika yang dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi dalam pengeJolaan dan pengendalian perilaku pebisnis dengan aktifitas usaha bisnisnya adalah filsafat. Ajaran-ajaran filsafat tersebut mengandung nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari pemikiran-pemikiran filsuf dan ahli filsafat yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

3. Budaya

Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar.
4. Hukum

            Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan.
            Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional. Harapan-harapan etika ditentukan oleh hukum yang berlaku itu. Hukurn mengatur serta mendorong perbaikan masalah yangdipandang buruk atau baik dalam suatu komunitas. Sayangnya hingga saat ini kita masih menemukan kendala-kendala penyelenggaraan hukum etika di Indonesia.
• Leadership

            Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini.
Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan yang beretika. Etika dalam berbisnis memberikan batasan akan apa yang yang sebaiknya dilakukan dan tidak. Pemimpin sebagai role model dalam penerapan etika bisnis, akan mampu mendorong karyawannya untuk terus berkembang sekaligus memotivasi agar kapabilitas karyawan teraktualisasi.
Strategi dan Performasi
            Fungsi yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.

• Karakter Individu

            Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
            Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang tuanya yang kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Aturan ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja.
            Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan. Faktor yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwuju dari tingkah lakunya.
• Budaya Organisasi

            Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas.
            Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.
Banyak hal-hal lain yang bisa kita jadikan contoh bentuk budaya dalam perusahaan. Ketika masuk dalam sebuah bank, misalnya, satpam bank selalu membukakan pintu untuk pengunjung dan selalu mengucapkan salam, seperti selamat pagi ibu…selamat sore pak…sambil menundukkan badannya, dan nilai-nilai sebagiannya. Ini juga budaya perusahaan, yang dijadikan kebiasaan sehari-hari perusahaan.

Sabtu, 25 Juni 2016

TUGAS SOFTSKILL (B.Indonesia 2)

FORMAT MAKALAH ILMIAH
Skripsi, paper/makalah, laporan penelitian, dan lain sebagainya, memiliki format penulisan tertentu untuk bisa disebut sebagai sebuah karya ilmiah. Uraian di bawah ini membahas format penulisan karya ilmiah berupa skripsi pada Program S-1 Pemerintahan Integratif. Namun beberapa poin penting dalam format penulisan dimaksud bisa dipakai sebagai acuan dalam penulisan karya ilmiah selain skripsi, seperti paper/makalah, artikel dalam jurnal ilmiah, dan lain sebagainya.
1.       Bahan dan Ukuran Kertas
Bahan dan ukuran kertas yang dipakai dalam sebuah karya ilmiah adalah sebagai berikut:
Ukuran kertas: A4 (21 x 29,7 cm).
Jenis kertas: HVS 80 gram.
Kertas doorslag berwarna (sesuai dengan warna yang telah ditentukan) dengan lambang Universitas Mulawarman sebagai pembatas.
2.        Pengetikan
Ketentuan-ketentuan dalam pengetikan sebuah karya ilmiah dirinci sebagai berikut:
A.       Menggunakan software pengolah kata dengan flatform Windows, seperti MS Word, Excel, dan lain-lain.
B.      Jenis huruf yang digunakan adalah Times New Roman dengan ukuran 12 kecuali untuk:
C.      Halaman judul sampul/luar (hard cover) dan halaman judul dalam (soft cover), yang menggunakan huruf tegak (kecuali istilah asing) dan dicetak tebal (bold) dengan ukuran font mulai 12 sampai 16 (disesuaikan dengan panjang judul, lihat Lampiran).
D.       Catatan kaki (footnotes), yang menggunakan font ukuran 10.
E.       Huruf tebal (bold) digunakan untuk judul dan sub-judul (sub-bab, sub sub-bab), memberi penekanan, pembedaan, dan sejenisnya.
F.       Huruf miring (italic) digunakan untuk istilah dalam bahasa asing atau bahasa daerah, memberi penekanan, pembedaan (termasuk pembedaan sub-judul yang hirarkhinya tidak setingkat), dan sejenisnya. Judul sub sub-sub-bab dibuat dengan mengkombinasikan huruf miring dan huruf tebal (italic-bold atau bold-italic). Judul sub sub-sub-sub-bab dan seterusnya dibuat dengan huruf miring biasa
Batas tepi (margin):
1.       Tepi atas : 4 cm
2.       Tepi bawah : 3 cm
3.       Tepi kiri : 4 cm
4.       Tepi kanan : 3 cm
Sela ketukan (indensi) selebar 1 cm. Indensi Tab dipakai pada baris pertama alinea baru. Indensi gantung digunakan untuk daftar pustaka.
Spasi bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.
BAGIAN AWAL
1.       Halaman sampul
Berisi judul secara lengkap, kata “karya ilmiah” diajukan sebagai…, lambang, nama penulis, Institusi, tahun, kota.
2.       Lembar Persetujuan
Berisi, Karya Ilmiah oleh…, ini telah disetujui untuk dipresentasikan. Nama lengkap pembimbing 1 dan pembimbing 2, serta tanda tangan keduanya.
3.       Abstrak
Berisi latar belakang, masalah yang diteliti, metode yang digunakan, hasil yang diperoleh, kesimpulan yang dapat ditarik, serta jika ada saran yang diajukan.
Note: Pembuatan abstrak dilakukan ketika peneliti telah sampai pada kesimpulan dari penelitian. Abstrak berisi garis besar dari penelitian yang dilakukan peneliti.
4.       Kata pengantar
Berisi ucapan syukur, ringkasan penelitian, ucapan terimakasih, harapan kritik dan saran yang membangun.
5.       Daftar isi
Memuat judul bab, judul subbab, judul anak subbab yang disertai nomor halaman tempat pemuatannya dalam teks. Semua judul bab dikerik dengan huruf capital.
6.       Daftar tabel
Memuat nomor table, judul table, serta nomor halaman untuk setiap tabel. Judul tabel yang memerlukan lebih dari satu baris diketik dengan spasi tunggal, antara judul tabel yang satu dengan judul tabel yang lain di beri jarak 2 spasi.
7.       Daftar gambar
Cantumkan nomor gambar, judul gambar, dan nomor halaman tempat pemuatannya dalam teks.
BAB 1 PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Penelitian
Diuraikan tentang garis besar yang akan diselidiki/diamati, mengapa diselidiki, bagaimana menyalidikinya dan untuk apa diselidiki atau diteliti.
B.       Identifikasi Masalah
Menguraikan lebih jelas tentang masalah yang telah ditetapkan pada latar belakang penelitian. Di dalamnya berisi rumusan eksplisit masalah yang terkandung pada suatu fenomena. Perumusannya diurut sesuai dengan urutan intensitas pengaruhnya dalam topic penelitian. Bentuknya biasanya berupa kalimat pertanyaan atau dapat pula berupa kalimat pernyataan yang menggugah perhatian.
C.      Batasan masalah
Penggunaannya agar permasalahan yang akan dibahas tidak melebar, dengan pembatasan masalah jenis atau sifat hubungan antara variabel yang timbul dalam perumusan masalah, dan subek penelitian semakin kecil ruang lingkupnya. Batasan masalah biasanya diuraikan dalam bentuk kalimat pernyataan.
D.      Rumusan masalah
Merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyan-pertanyaan yang hendak dicarikan jawabannya, pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi masalah. Dalam format kalimat Tanya. Rumusan masalah yang baik akan menampilkan variabel yang akan diteliti, jenis atau sifat hubungan antara variable tersebut, dan subjek penelitian.
E.       Tujuan penelitian
Maksud atau hal-hal yang ingin dicapai, serta sasaran yang dituju oleh peneliti. Di tuangkan dalam bentuk kalimat pernyataan.
F.       Kegunaan Penelitian
Harapan yang berkaitan dengan hasil penelitian, baik praktis maupun teoritis. Sampai seberapa jauh hasil penelitian bermanfaat dalam kegunaan praktis, serta pengembangan sesuatu ilmu sebagai landasan dasar pengembangan selanjutnya. Harus ada keseimbangan antara kegunaan hasil penelitian untuk aspek ilmu dengan aspek praktis.
G.     Kerangka Pemikiran
Uraikan cara mengalirkan jalan pikiran peneliti menurut kerangka teori dan kerangka konsep yang logis, dengan kerangka berpikir deduktif. Biasanya disajikan dalam bentuk diagram alur.
H.      Hipotesis Penelitian.
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diidentifikasikan. Bentuk kalimatnya adalah kalimat pernyataan menurut ketentuan “proporsional”, yaitu kalimat yang terdiri dari dua variable. Hipotesis penelitian diajukan setelah peneliti melakukan kajian pustaka, karena pada dasarnya penelitian adalah rangkuman dari kesimpulan teoritis yang diperoleh dari kajian pustaka.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka memuat dua hal pokoK
1.        Deskripsi teoritis tentang objek / variable yang diteliti.
2.       Kesimpulan tentang kajian yang antara lain berupa argumentasi atas hipotesis yang telah diajukan pada bab 1.
Pemilihan bahan kajian pustaka didasarkan pada dua criteria:
1. Prinsip kemuthakiran (kecuali untuk penelitian historis)
2. Prinsip relevansi.
Setiap keerangan yang diperoleh dari sumber pustaka dan dicantumkan dalam karya tulis wajib diikuti keterangan acuan (rujukan).
BAB III METODE PENELITIAN
A.      Rancangan Penelitian
Strategi mengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan peneliti.
B.      Populasi dan sampel
Populasi dan sampel tepat digunakan pada penelitian kuantitatif. Akan tetapi jika sasaran penelitiannya adalah seluruh anggota populasi, akan lebih cocok digunakan istilah subjek penelitian, terutama dalam penelitian eksperimental. Dalam survey sumber data lazim disebut responden dan dalam penelitian kualitatif disebut informan. Hal yang dibahas dalam bagian populasi dan sampel adalah:
1.       Identifikasi dan batasan tentang populasi dan sampel.
2.        Prosedur dan teknik pengambilan sampel.
3.        Besarnya sampel.
C.      Instrumen penelitian
Kemukakan instrument yang digunakan untuk mengukur variable, setelah itu dipaparkan prosedur pengembangan instrument pengumpul data atau pemilihan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian.
D.      Teknik pengumpulan data
Bagian ini menguraikan:
1.       Langkah-langkah yang ditempuh dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data.
2.       Kualifikasi dan jumlah petugas yang terlibat dalam proses pengumpulan data.
3.        Jadwal serta waktu pelaksanaan pengumpulan data.
4.       Analisis Data
Uraikan jenis analisis statistic apa yang digunakaN
BAB IV HASIL PENELITIAN
A.      Deskripsi data
Uraikan masing-masing variable yang diteliti. Dalam deskripsi data untuk masing-masing vaiabel dilaporkan hasil penelitian yang telah diolah dengan teknik statistic deskriptif, seperti : distribusi frekuensi, grafik atau histogram, nilai rerata, simpang baku, dll.
B.      Pengujian hipotesis
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN
Tujuan dari bab pembahasan ini adalah :
1. Menjawab masalah penelitian atau menunjukkan bagaimana tujuan penelitian dicapai.
2. Menafsirkan temuan penelitian.
3. Menganalisis hasil penelitian.
4. Mengintegrasikan temuan penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan yang telah mapan.
5. Memodifikasi teori yang ada atau menyusun teori baru.
6. Menjelaskan implikasi lain dari hasil penelitian, termasuk keterbatasan temuan penelitian.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan terkait langsung dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Kesimpulan juga dapat ditarik dari hasil pembahasan. Kesimpulan penelitian merangkum semua hasil penelitian yang telah diuraikan secara lengkap dalam BAB IV.
B. Saran
Saran yang diajukan hendaknya selalu bersumber pada temuan penelitian, pembahasan, dan kesimpulan hasil penelitian. Saran dapat ditunjukkan pada suatu instansi seperti pemerintahan, lembaga, ataupun swasta, ataupun pihak lain yang dianggap layak.

Daftar Pustaka
1. Baris pertama di mulai pada margin sebelah kiri, baris kedua dan selanjutnya di mulai dengan 3 ketukan ke kanan.
2. Jarak antar baris adalah 1,5 spasi.
3. Daftar pustaka diurut berdasar abjad huruf pertama nama penulis.
4. Jika penulis yang sama menulis beberapa karya ilmiah yang dikutip, nama penulis harus dicantumkan ulang.
Judul karya ilmiah, bab, sub bab, dan lain sebagainya:
Judul karya ilmiah dan bab, diketik dengan huruf besar/kapital,dicetak tebal, tanpa singkatan (kecuali yang berlaku umum sepertiPT., CV.), posisinya di tengah halaman, dan tanpa diakhiri tandatitik. Perkecualiannya adalah judul pada halaman PersetujuanSeminar dan Pengesahan Skripsi (dengan huruf biasa, dicetak tebal).
1.       Judul sub-bab diketik sejajar dengan batas tepi (margin) sebelahkiri dengan menggunakan huruf A, B, C, dan seterusnya. Hurufpertama setiap kata dimulai dengan huruf besar (Title Case)kecuali kata penghubung dan kata depan, tanpa diakhiri titik. Judulsub-bab dicetak dengan huruf tebal (bold).
2.       Judul sub sub-bab dimulai dengan angka 1, 2, 3 dan seterusnya.Huruf pertama setiap kata dimulai dengan huruf besar (Title Case)kecuali kata penghubung dan kata depan, tanpa diakhiri titik.
 
 SUMBER : http://apria21.blogspot.co.id/2015/12/format-makalah-ilmiah.html

Minggu, 19 Juni 2016

Ketika aku tinggalkan dia untuk Dia...

Entah bagaimana rasanya. 
Ketika aku mencintai seseorang tapi aku harus bisa mengutamakan perasaan Rabb ku, 
Tak mau membuat Rabb ku cemburu karena lebih banyak menghabiskan perhatianku untuk dia.
Tak mau membuat Rabb ku kecewa karena lebih banyak menghabiskan waktu untuk merayu dia.
Namun apalah aku, kini aku hanya bisa memendam perasaan ini, rindu...  sudah jelas pasti aku rindu. 
Ketika memutuskan untuk ku tinggalkan dia demi Dia. 
Ketika aku sadar apa yang aku rasa tak seharusnya ada.
Ketika aku sadar perasaan yang belum saatnya Rabbku ijinkan ku umbar malah ku terbuai.. 
Ini Cinta yang salah. Terkadang akupun sulit membedakan apakah ini Cinta? Apa ini nafsu?
Sejauh yang ku ingat, perasaan Cinta yang sebenarnya adalah yang dapat menjadikanku lebih dekat kepada Rabb ku, bukan malah menjauh dari Nya.
Sungguh takut sekali rasanya bila jauh dari Rabbku, mungkin saja aku akan kehilangan karunia nikmat iman yang Indah dari Nya. 
Setan selalu membuat diriku terbuai oleh indahnya kepalsuan Cinta, namun Rabb ku tak pernah henti merangkul ku, menjaga ku, menyadarkanku agar bisa kembali pada Nya. 
Walau aku harus merelakan perasaan ku untuk dia.
Aku tau, apa yang telah tertakdir Rabb ku selalu berikan yang terbaik.. 
Dan kini hanya dengan diam aku mencintainya..
Rabb ku selalu menjaga rasa rindu ini. Karena ku titip rasa rindu ini selalu hanya kepada Rabb ku dan Rabb mu..
Semoga Allah menjodohkan kita di waktu mendatang dengan kondisi iman yang lebih baik dan diri yang sudah siap untuk menghalalkan Cinta..  


Sabtu, 21 Mei 2016

Tugas Ketiga Softskill B.Imdonesia 2



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.      Kompensasi
Menurut Rivai (2008) kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya manusia yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian. Kompensasi merupakan hal yang sangat penting karena kompensasi yang cukup dapat menarik, memelihara dan menjaga karyawan agar tidak meninggalkan perusahaan.
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka (Handoko, 2002). Masalah kompensasi merupakan fungsi manajemen personalia yang paling sulit dan membingungkan. Tidak hanya karena pemberian kompensasi merupakan salah satu tugas yang paling kompleks, tetapi juga merupakan salah satu aspek yang paling berarti baik bagi karyawan maupun organisasi. Bila perusahaan tidak memperhatikan kompensasi bagi karyawannya maka akan semakin besar kemungkinan bagi perusahaan untuk kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan berperan dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Dessler (dikutip Lies Indriyatni, 2009) menyatakan bahwa kompensasi adalah semua bentuk pembayaran atau reward kepada karyawan yang berasal dari hasil pekerjaan mereka. Tipe-tipe kompensasi menurut Dessler adalah :
a.       Pembayaran secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk upah, gaji, insentif, dan bonus.
b.      Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan seperti asuransi dan liburan atas dana organisasi.
Menurut Mangkuprawira (2013) ada beberapa prinsip yang diterapkan dalam manajemen kompensasi, antara lain :
a.       Terdapatnya rasa keadilan dan pemerataan pendapatan dalam perusahaan.
b.      Setiap pekerjaan dinilai melalui proses evaluasi pekerjaan dan kinerja atau performance.
c.       Mempertimbangkan keuangan perusahaan.
d.      Nilai rupiah dalam sistem penggajian mampu bersaing dengan harga tenaga kerja sejenis.
e.       Sistem penggajian yang baru dapat membedakan orang yang berprestasi baik dan yang tidak dalam golongan yang sama.
f.       Sistem penggajian yang baru harus dikaitkan dengan penilaian kinerja karyawan.

Tujuan manajemen kompensasi efektif menurut Rivai (2008) adalah :

a.       Memperoleh SDM yang Berkualitas.
Kompensasi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk memberikan daya tarik kepada para pelamar. Tingkat pembayaran harus responsif terhadap penawaran dan permintaan pasar kerja karena para pengusaha berkompetisi untuk mendapatkan karyawan yang diharapkan.
b.      Mempertahankan Karyawan yang ada.
Para karyawan dapat keluar jika besaran kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi.
c.       Menjamin keadilan.
Manajemen kompensasi selalu berupaya agar keadilan internal dan eksternal dapat terwujud. Keadilan internal mensyaratkan bahwa pembayaran dikaitkan dengan nilai relatif sebuah pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama dibayar dengan besaran yang sama. Keadilan eksternal berarti pembayaran terhadap pekerja merupakan yang dapat dibandingkan dengan perusahaan lain di pasar kerja.
d.      Penghargaan terhadap Perilaku yang diinginkan.
Pembayaran hendaknya memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak sebagai insentif untuk perbaikan perilaku dimasa depan, rencana kompensasi efektif, menghargai kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab, dan perilaku-perilaku lainnya.
e.       Mengendalikan Biaya.
Sistem kompensasi yang rasional membantu perusahaan memperoleh dan mempertahankan para karyawan dengan biaya yang beralasan. Tanpa manajemen kompensasi efektif, bisa jadi pekerja dibayar di bawah atau di atas standar.
f.       Mengikuti Aturan Hukum.
Sistem gaji dan upah yang sehat selalu mempertimbangkan faktor-faktor legal yang dikeluarkan pemerintah dan menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan.
g.      Memfasilitasi Pengertian.
Sistem manajemen kompensasi hendaknya dengan mudah dipahami oleh spesialis SDM, manajer operasi, dan para karyawan.
h.      Meningkatkan Efisiensi Administrasi.
Program pengupahan dan penggajian hendaknya dirancang untuk dapat dikelola dengan efisien, membuat sistem informasi SDM optimal, meskipun tujuan ini hendaknya sebagai pertimbangan sekunder dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.

2.1.1. Jenis-Jenis Kompensasi
Menurut Dessler (dikutip Lies Indriyatni, 2009) kompensasi mempunyai tiga komponen sebagai berikut :
1.      Pembayaran uang secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk gaji, dan intensif atau bonus atau komisi.
2.      Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan dan asuransi.
3.      Ganjaran non financial (non financial rewards) seperti jam kerja yang luwes dan kantor yang bergengsi.



2.1.2. Tujuan diadakan Pemberian Kompensasi
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2002), tujuan pemberian kompensasi (balas jasa) antara lain adalah:
1.      Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha atau majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
2.      Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3.      Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
4.      Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
5.      Stabilitas Karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.
6.      Dispilin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
7.      Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8.      Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

2.1.3. Sistem Kompensasi
            Sistem pembayaran kompensasi yang umum diterapkan adalah:
1.      Sistem Waktu
Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi (gaji, upah) ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu, atau bulan.
2.      Sistem Hasil
Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi atau upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan Pekerja, seperti per potong, meter, liter, dan kilogram.
3.      Sistem Borongan
Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya.

2.2.      Kinerja
            Hani Handoko (2002) mengistilahkan kinerja (performance) dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Berikut ini adalah beberapa pengertian kinerja oleh beberapa pakar yang dikutip oleh Bambang Guritno dan Waridin (2005) yaitu :
1.      Menurut Gomes (2000) kinerja merupakan catatan terhadap hasil produksi dari sebuah pekerjaan atau aktivitas tertentu dalam periode waktu tertentu.
2.      Marihot Tua Efendi (2002) berpendapat bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai peranannya dalam organisasi. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai seseorang baik kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selain itu kinerja seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, inisiatif, pengalaman kerja, dan motivasi karyawan. Hasil kerja seseorang akan memberikan umpan balik bagi orang itu sendiri untuk selalu aktif melakukan pekerjaannya secara baik dan diharapkan akan menghasilkan mutu pekerjaan yang baik pula. Pendidikan mempengaruhi kinerja seseorang karena dapat memberikan wawasan yang lebih luas untuk berinisiatif dan berinovasi dan selanjutnya berpengaruh terhadap kinerjanya.
3.      Sopiah (2008) menyatakan lingkungan juga bisa mempengaruhi kinerja seseorang. Situasi lingkungan yang kondusif, misalnya dukungan dari atasan, teman kerja, sarana dan prasarana yang memadai akan menciptakan kenyamanan tersendiri dan akan memacu kinerja yang baik. Sebaliknya, suasana kerja yang tidak nyaman karena sarana dan prasarana tidak memadai, tidak adanya dukungan dari atasan, dan banyak terjadi konflik akan memberi dampak negatif yang mengakibatkan kemerosotan pada kinerja seseorang.
4.      Sedangkan kinerja menurut Henry Simamora (2004) adalah tingkat hasil kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan pekerjaan yang diberikan. Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu:
1.      Tujuan
Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel.
2.      Ukuran
Ukuran dibutuhkan untuk mengetahui apakah seorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan, untuk itu kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personal memegang peranan penting.
3.      Penilaian
Penilaian kinerja reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan dan berperilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai.
5.       Menurut Rita Swietenia (2009) manfaat kinerja pegawai antara lain adalah untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi, untuk menentukan target atau sasaran yang nyata, lalu untuk pertukaran informasi antara tenaga kerja dan manajemen yang berhubungan terhadap masalah-masalah yang berkaitan.
Adapun indikator kinerja karyawan menurut Bambang Guritno dan Waridin (2005) adalah sebagai berikut :
1.      Mampu meningkatkan target pekerjaan
2.      Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
3.      Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan
4.      Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan
5.      Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan

2.3. Hubungan Variabel Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan
Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kepuasan kerja para karyawan adalah melaui kompensasi (Mathis dan Jackson, 2000). Secara sederhana kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan untuk balas jasa kerja mereka.
Simamora (2004) mengatakan bahwa kompensasi dalam bentuk finansial adalah penting bagi karyawan, sebab dengan kompensasi ini mereka dapat memenuhi kebutuhannya secara langsung, terutama kebutuhan fisiologisnya. Namun demikian, tentunya pegawai juga berharap agar kompensasi yang diterimanya sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikan dalam bentuk non finansial juga sangat penting bagi pegawai terutama untuk pengembangan karir mereka.
Farmer (2008) meneliti hubungan antara kompensasi yang diterima oleh CEO perusahaan di Amerika Serikat dan Inggris dengan kinerja perusahaan. Hasilnya adalah kompensasi secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Oleh karena hubungan antar kedua variabel tersebut maka diajukan :
H1       : Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
           




2.4. Kajian Penelitian Sejenis
Kajian sejenis ini diambil dari penelitian yang memiliki kesamaan topik atau variabel yang diteliti oleh penulis diantaranya :
1.      Nama                     : Anoki Herdian Dito
Nim                       : C2A006017
Judul                     : Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan
  PT.Slamet Langgeng Purbalingga dengan Motivasi kerja
  sebagai Variabel intervening.
      Alat Analisis   : Uji Validitas dan Reabilitas
Hasil yang Disimpulkan :
“Kesimpulan dari penelitian mengenai pengaruh kompensasi terhadap motivasi kerja serta implikasinya pada kinerja karyawan PT. Slamet Langgeng Purbalingga adalah sebagai berikut:
1)      Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja, sehingga adanya peningkatan pemberian kompensasi akan meningkatkan kinerja karyawan.
2)      Kompensasi berpengaruhi tidak langsung terhadap kinerja melalui motivasi kerja, sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja menjadi variabel yang memediasi antara kompensasi terhadap kinerja karyawan.”

2.      Nama                     : Kartika Tri Rahmawati
Nim                       : 05610047
Judul                     : Pengaruh Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan pada
  Asuransi Jiwa Bersama (AJB) BUMIPUTERA 1912
  Cabang Pasuruan Kota.
Alat Analisis         : Uji Validitas, Uji Reabilitas, analisis Regresi
  Linier berganda.
Hasil yang Disimpulkan
“Berdasarkan hasil penelitian dari pengaruh kompensasi terhadap kinerja karyawan pada AJB Bumiputera 1912 cabang Pasuruan Kota, maka peneliti dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kompensasi yang terdiri dari kompensasi langsung (X1), dan kompensasi tidak langsung (X2), secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja (Y). Besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian ini ditunjukkan dengan nilai R Square 1,246%. Dan yang lainnya dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel penelitian, seperti penentuan lokasi pembeli produk.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dengan analisis regresi parsial
menunjukkan bahwa variabel kompensasi langsung (X1) dan variabel kompensasi tidak langsung (X2) pengaruh yang signifikan terhadap variabel kinerja (Y). sedangkan kompensasi yang paling Dominan adalah kompensasi langsung (X1) terhadap kinerja (Y).”

2.5. Kerangka Pemikiran
Dari hipotesis tersebut, maka peneliti mengembangkan kerangka teoritis sebagai berikut :

Kompensasi





kompensasi

Kinerja
 


                                                          

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
          Sumber : Manajemen Sumber Daya Manusia

Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai ganti atas kontribusi dan jasa yang diberikan oleh karyawan terhadap sebuah organisasi atau perusahaan. Pada penelitian ini kompensasi dioperasionalkan sebagai variabel independen. Dan kinerja berarti hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja pada penelitian ini berlaku sebagai variabel dependen.


2.6. Hipotesis
            Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2002) adalah jawaban sementara terhadap rumusan penelitian dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang mungkin benar dan mungkin salah, sehingga dapat dianggap atau dipandang sebagai konsklusi atau kesimpulan yang sifatnya sementara, sedangkan penolakan atau penerimaan suatu hipotesis tersebut tergantung dari hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang dikumpulkan, kemudian diambil suatu kesimpulan.
            Sehubungan dengan uraian di atas maka dapat dikemukakan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
H1 = pemberian kompensasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

2.7. Metode Analisis
            Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, maka beberapa metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

2.7.1. Uji Validitas
Uji validitas untuk mengetahui sejauh mana data yang terukur tidak menyimpang dari gambaran variabel yang ditentukan atau dengan kata lain melalui uji validitas ini akan diketahui item-item yang terdapat dalam kuesioner betul-betul dalam pengungkapan apa yang akan diteliti. Untuk mengukur validitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Sedangkan untuk mengetahui skor masing-masing item pertanyaan valid atau tidak, maka diterapkan kriteria statistik sebagai berikut :
1.      Jika r hitung > r tabel dan bernilai positif, maka variabel tersebut valid.
2.      Jika r hitung < r tabel, maka variabel tersebut tidak valid.
3.      Jika r hitung > r tabel tetapi bertanda negatif, maka Ho akan tetap ditolak dan Ha diterima.
                 r =
Dimana :
                  x = Variabel independen
                  y = Variabel dependen
                  r = Koefisien korelasi
                  n = Banyaknya sampel
Apabila probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan valid dan sebaliknya bila lebih besar dari 0,05 maka dinyatakan tidak valid.Jika dalam perhitungan ditemukan pertanyaan yang tidak valid atau tidak signifikan kemungkinan dapat disebabkan pernyataan terebut kurang susunan kata-katanya sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda.

2.7.2.      Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang mempunyai indikator atau konstruk. Suatu kuesioner dinyatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.      Repeted measure atau pengukuran yaitu seseorang akan disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda, dan kemudian dilihat apakah ia tetap konsisten dengan jawabannya.
2.      One shoot atau pengukuran sekali saja dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan yang lain atau mengukur korelasi antara jawaban dengan pertanyaan.
Uji reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS, yang akan memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (a). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali,2005).
r =
Dimana :
                  r        = Reliabilitas Instrumen
                  k       = Banyaknya butir pertanyaan
                   = Jumlah varian butir
                      = Varian total
Suatu instrumen dapat dikatakan reliabel bila memiliki nilai koefisien keandalan lebih besar atau sama dengan 0,6 sehingga apabila α sama dengan 0,6 maka instrument dapat dikatakan reliabel.

2.7.3.   Uji Asumsi Klasik
Pada teknik analisa regresi berganda maka digunakan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa pada model regresi tidak terjadi berbagai penyimpangan norrmalitas dan autokorelasi.

2.7.3.1.Uji Normalitas
Uji asumsi normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Dasar pengambilan keputusan memenuhi normalitas atau tidak, sebagai berikut :
1.      Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2.      Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka regresi tidak memenuhi asumsi normalitas
Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan p value yang diperoleh dari hasil pengujian normalitas dengan tingkat signifikansi yang ditentukan yaitu sebesar 0,05. Data dikatakan terdistribusi secara normal jika p value > 0,05, begitu juga sebaliknya (Ghozali, 2005) .

2.7.3.2.Uji Autokorelasi
Jenis pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah uji Durbin-Watson. Pengambilan keputusan pada asumsi ini memerlukan dua nilai bantu yang diperoleh dari tabel Durbin-Watson yaitu nilai DL dan DU untuk k = jumlah variabel bebas dan n = jumlah sampel, jika D-N berada di antara nilai DU hingga (4-DU) berarti asumsi tidak terjadi autokorelasi terpenuhi (Ghozali,2005).

2.7.4.      Analisis Regresi Linier Sederhana
Regresi Linier Sederhana berguna dilakukan terhadap satu variabel bebas, untuk diketahui pengaruhnya terhadap variabel terikat (Santoso,2000). Analisis regresi linier digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara kompensasi terhadap kinerja. Dalam regresi linier sederhana terdapat 2 variabel, yaitu :
1.      Variabel Bebas (X), yaitu Kompensasi
2.      Variabel Terikat (Y), yaitu Kinerja
Untuk menguji variabel tersebut maka digunakan analisis regresi linier sederhana dengan rumus sebagai berikut :
Y = a + bX
Keterangan:
Y   = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)
a    = Konstanta
bX  = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)
2.7.5.      Nilai Statistik T (Uji t)
Uji – t ini digunakan untuk membuktikan pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen, dimana apabila nilai t hitung lebih besar dari t tabel menunjukkan diterimanya hipotesis yang diajukan. Nilai t hitung dapat dilihat pada hasil regresi dan nilai t tabel didapat melalui sig. α = 0,05 dengan df = n – k
Dasar pengambilan keputusan untuk uji t :
-          Jika nilai t hitung > t tabel maka variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.
-          Jika nilai t hitung < t tabel maka variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.
Berdasarkan nilai signifikansi hasil output SPSS :
-          Jika nilai sig. < 0,05 maka variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
-          Jika nilai sig. > 0,05 maka variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.